JAKARTA – Advokat Raden Nuh membuat surat terbuka yang ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung terkait oknum juru sita di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) berinisial MH. Dalam surat tersebut, kabarnya dia diduga meminta uang sejumlah sebesar Rp1 miliar.
Menurut surat Raden Nuh tersebut, permintaan uang ini diduga bertujuan untuk keperluan penetapan sita eksekusi pengosongan rekening di Bank Standard Chartered Bank Indonesia (SCBI) Jakarta, pada 7 Juni 2021 lalu, sekitar pukul 16.00 WIB di sebuah rumah makan sekitar PN Jaksel.
“Bayar 400 juta di depan sebelum penetapan eksekusi diteken Ketua. Sisanya 600 juta: masing- masing 300 juta dibayar setelah eksekusi tahap I dan tahap II dijalankan. Sekian,” ucap Raden Nuh menirukan permintaan oknum panitera PN Jaksel, pada Jumat (31/5/2024).
Pasalnya, kata Raden Nuh, pihaknya selaku kuasa pemohon, memohon kepada Ketua PN Jaksel untuk melakukan eksekusi berdasarkan putusan Nomor 91/Pdt.G/2021/Pn.Jkt.Sel, pada tanggal 7 Juni 2021 lalu.
“Dimana penetapan eksekusi baru diterbitkan oleh Ketua Pengadilan pada tanggal 27 Oktober 2021. Atau 4 bulan sejak permohonan diajukan dan baru dijalankan pada Februari 2022 atau delapan bulan kemudian. Itu pun uang hasil eksekusi ditahan oleh Ketua Pengadilan dengan berbagai alasan yang tidak sah,” sambung Raden Nuh.
Kemudian eksekusi pengosongan rekening pada Standard Chartered Bank Indonesia (SCBI) Jakarta. Dan baru dijalankan pada 20 April 2022, akan tetapi uang dalam rekening baru diserahkan oleh Ketua PN Jaksel pada 10 Oktober 2022.
“Dihabiskan waktu satu tahun oleh Pengadilan hanya untuk menuntaskan eksekusi pengosongan rekening pada 1 bank. Dimana eksekusi yang dijalankan pun tidak sesuai ketentuan undang-undang, isi putusan dan tidak sesuai pula dengan ketentuan dalam penetapan eksekusi yang diterbitkan oleh Ketua Pengadilan sendiri, yang mana mengakibatkan timbul kerugian dialami penggugat/pemohon eksekusi,” ungkap Raden Nuh dengan nada kecewa.
Dia menduga sikap dan perilaku oknum Ketua PN Jaksel berkolusi dengan termohon eksekusi /tergugat. Sebab sejak Putusan No. 91/Pdt.G/2021/PN.Jkt,Sel dibacakan pada tanggal 14 April 2021, hingga sekarang Mei 2024, PN Jaksel hanya mampu menjalankan eksekusi pengosongan rekening pada satu bank, yang disinyalir dengan cara tidak sesuai ketentuan undang-undang dan terkesan berlarut-larut hingga merugikan pemohon eksekusi.
Ironisnya lagi, teguran secara tertulis Badan Pengawas Mahkamah Agung maupun Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, seolah tak mampu merubah prilaku oknum Ketua PN Jaksel tersebut.
“Faktanya eksekusi putusan tetap mandek praktik suap dan menunda-nunda penuntasan eksekusi tetap terjadi, keadilan dan kepastian hukum makin jauh dari jangkauan para pencari keadilan,” pungkasnya.
Terkait hal itu, saat dikonfirmas wartawan, Humas PN Jaksel, Djuyamto meminta agar oknum juru sita berinisial MH, dilaporkan ke Badan Pengawasan di Mahkamah Agung, agar ditindaklanjuti.
“Jika benar ada oknum juru sita PN Jaksel seperti itu, silahkan laporkan ke fungsi pengawasan di MA atau lembaga pengawasan lainnya agar ditindaklanjuti,” pungkasnya. (Amris)
Tinggalkan Balasan