Bandung– Sidang lanjutan kasus dugaan penggelapan dana sebesar Rp100 miliar dengan terdakwa Miming Theniko kembali digelar di Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Bandung pada Rabu, 14 Mei 2025. Dalam sidang yang dipimpin oleh hakim ketua Tuty Haryati tersebut, Miming membacakan langsung pledoi atau nota pembelaannya di hadapan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum, serta publik yang hadir.

Dengan suara bergetar, pria 71 tahun itu menyampaikan bahwa dirinya bukan pelaku kejahatan sebagaimana dituduhkan. Ia merasa dijebak oleh sepupunya sendiri, The Siau Tjiu, dalam rangkaian transaksi bisnis yang belakangan berubah menjadi alat kriminalisasi terhadap dirinya.

“Saya tidak melakukan penggelapan. Justru saya adalah korban. Saya hanya membantu sepupu saya menaikkan performa perusahaannya, tapi kepercayaan itu dibalas dengan fitnah dan manipulasi,” ujar Miming dalam pembelaannya.

Ia menjelaskan bahwa sejak 2015, ia telah menyerahkan rekening bank pribadinya untuk digunakan sebagai bagian dari praktik window dressing keuangan yang dilakukan oleh The Siau Tjiu. Tujuannya adalah agar performa perusahaan terlihat stabil dan sehat di mata perbankan, terutama saat pandemi COVID-19 melanda antara 2020 hingga 2022. Dari praktik ini, tercatat transaksi senilai lebih dari Rp1,3 triliun yang menurut Miming adalah perputaran fiktif.

“Ketika usaha saya terpuruk dan pabrik saya dipailitkan, pelapor justru berbalik arah. Ia menggunakan akta penitipan uang senilai Rp100 miliar yang fiktif, bahkan dibuat sepihak tanpa kehadiran saya di hadapan notaris,” ungkapnya. Ia juga menyebut bahwa notaris pembuat akta tidak pernah dihadirkan di persidangan.

Miming membeberkan bahwa pelapor sempat dua kali mengubah bukti transfer dalam laporan untuk memperkuat tuduhannya. Namun, Miming mengaku memiliki bukti penarikan cek balik yang menunjukkan bahwa dana tersebut bukan bentuk penggelapan. Bahkan istri pelapor, Tjindriawati Halim, mengakui dalam BAP dan persidangan bahwa seluruh dana telah dikembalikan.

“Saya lampirkan seluruh bukti rekening yang dilegalisir dari pengirim dan penerima, yaitu PT Sinar Runnerindo dan Ibu Tjindriawati. Tapi JPU seolah menutup mata terhadap bukti dan keterangan saksi,” kata Miming.

Ia juga menyinggung soal tidak hadirnya saksi verbalisan dari penyidik Polda Jawa Barat selama 4 hingga 5 kali sidang, yang dinilai sebagai kegagalan penuntut umum dalam menghadirkan alat bukti yang sah.

Hubungan bisnis Miming dengan pelapor juga sempat berlangsung baik. Pelapor bahkan pernah menjanjikan akan mengikutsertakan perusahaan Miming saat perusahaannya Go Public. Karena percaya, Miming bahkan membantu pengajuan kredit pelapor senilai Rp35 miliar hingga Rp40 miliar ke salah satu bank swasta.

Namun, semua berubah saat pabrik Miming yang bernama PT BIG dipailitkan. Pelapor bersama aparat dan preman, mengenakan atribut Krimsus, diduga merampas mesin produksi, kain, dokumen, hingga menyita aset sebanyak 98 truk tronton.

“Saya sudah buat laporan ke Polda Jabar pada 1 November 2022. Tapi sejak saat itu, saya justru dilaporkan balik oleh pelapor dengan empat laporan polisi secara berturut-turut,” ujarnya.

Laporan-laporan tersebut di antaranya sudah ada yang SP3, ada yang berujung putusan bebas, dan yang kini masih bergulir adalah perkara dugaan penggelapan Rp100 miliar ini. Ia menyebut dirinya dizalimi dan dipojokkan dengan sistematis.

“Saya sudah tua. Cucu saya lahir pun saya tidak bisa mendampingi. Saya hanya ingin pulang dan membersihkan nama saya,” ucapnya dengan nada getir.

Mengakhiri pledoinya, Miming memohon kepada majelis hakim untuk memutus dengan hati nurani dan melihat seluruh fakta yang terungkap selama persidangan.

“Saya mohon kepada Majelis Hakim untuk menolak seluruh dakwaan dan tuntutan JPU, membebaskan saya dari segala tuduhan, dan memulihkan nama baik saya dan keluarga yang telah hancur karena fitnah ini,” tutupnya.

Budi