Berau,–Aktivitas penimbunan saluran air dan kegiatan galian tanah (sirtu) di wilayah Kampung Merancang Ilir, Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur (koordinat: Lat 2.236013°, Long 117.706028°) memicu sorotan tajam dari berbagai pihak 20/10/2025

Dugaan kuat mengarah pada pelanggaran terhadap aturan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia.

Kegiatan tersebut diduga dilakukan untuk kepentingan pencetakan sawah dan pembangunan jalan hauling batubara oleh PT Servo dan PT KAP, dengan indikasi kuat adanya penimbunan saluran air serta pengerukan sirtu (kerikil berpasir alami) tanpa izin resmi.

Di lokasi yang sama, ditemukan pula adanya penebangan kayu tanpa kejelasan apakah telah mengantongi Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dan pembayaran kewajiban pajak kepada negara.

Sorotan Organisasi Pers
Menanggapi kondisi itu, Asosiasi Keluarga Pers Seluruh Indonesia (AKPERSI) Kalimantan Timur angkat bicara.

Ketua AKPERSI Kaltim menilai bahwa aktivitas tersebut berpotensi melanggar aturan pertambangan dan lingkungan hidup, serta merugikan negara akibat potensi kebocoran pajak dari hasil galian.

“Kami mendorong agar aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan, segera turun ke lapangan untuk melakukan penindakan. Jangan biarkan perusahaan nakal merusak lingkungan dan mengabaikan aturan negara,” tegas perwakilan AKPERSI Kaltim.

Aspek Hukum yang Dilanggar
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, sirtu (kerikil berpasir alami) termasuk dalam golongan batuan sebagaimana diatur pada Pasal 2 ayat (1) huruf d.
Untuk melakukan kegiatan tersebut, badan usaha wajib memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Batuan sesuai Pasal 17 ayat (1) huruf f.

Lebih lanjut, Pasal 58 ayat (3) Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020 menegaskan bahwa hanya kegiatan non-komersial yang dikecualikan dari kewajiban izin operasi produksi. Jika kegiatan dilakukan untuk kepentingan komersial—misalnya, untuk penjualan material jalan hauling—maka wajib memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Sementara Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menegaskan:

“Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa IUP, IUPK, IPR, atau SIPB dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”

Selain itu, di lokasi kegiatan ditemukan jembatan darurat yang dibangun dengan kondisi tidak layak dan berbahaya, karena struktur kekuatannya tidak memenuhi standar keselamatan.

Warga sekitar khawatir jembatan tersebut sewaktu-waktu bisa roboh dan menimbulkan korban.

Kerugian Negara dan Desakan Penegakan Hukum
Aktivitas penimbunan dan galian tanpa izin diduga telah menyebabkan kerugian negara, baik dari sisi pajak pertambangan (Galian C) maupun retribusi lingkungan yang tidak dibayarkan.

Oleh karena itu, publik dan organisasi pers menyerukan agar Kejaksaan RI bersama aparat ESDM dan pemerintah daerah segera menindak tegas kegiatan yang berpotensi melanggar hukum tersebut.

“Negara tidak boleh kalah oleh kepentingan kelompok tertentu. Hukum harus ditegakkan, lingkungan harus dilindungi,” pungkas Perwakilan AKPERSI Kaltim dalam pernyataannya.

Kasus dugaan pelanggaran oleh PT Servo dan PT KAP, di Kampung Merancang Ilir, Kec. Gunung Tabur, Kab. Berau menunjukkan pentingnya pengawasan ketat terhadap kegiatan pertambangan dan pembangunan infrastruktur, terutama yang berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan dan kebocoran pendapatan negara.

Penegakan aturan dan transparansi izin menjadi kunci agar setiap kegiatan usaha berjalan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Red/TIM