Berau– Keindahan objek wisata air panas di Kampung Tabalar Muara, Kecamatan Tabalar, kini terancam menghilang karena pembangunan pabrik kelapa sawit PT Pesona Sawit Abadi (PSA)9 Oktober 2025.

Alih-alih menjadi sumber kesejahteraan masyarakat, proyek ini justru memicu kekhawatiran dan dugaan praktik kotor yang melibatkan anak pejabat daerah.

Masyarakat setempat menyesalkan keputusan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau yang dinilai mengorbankan potensi wisata unggulan demi kepentingan bisnis sawit.

Ambo, warga Tabalar Muara, menyatakan bahwa air panas di kampungnya adalah keajaiban alam dari batu karst yang langka, punya peluang besar untuk dikembangkan, apalagi lokasinya strategis dekat jalan baru antara Kampung Tubaan dan Tabalar Muara. “Namun, keserakahan mengalahkan akal sehat. Pariwisata diabaikan demi pabrik ini,” ungkapnya.

Dugaan korupsi dan permainan politik mulai muncul kuat saat aksi demonstrasi menuntut penjelasan perizinan digelar pada 22 Januari 2025 di Kantor Dinas Perkebunan Berau. Terungkap bahwa Pemkab Berau sendiri tak mengetahui pembangunan pabrik yang beroperasi di wilayahnya.

Sementara itu, keberadaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) pabrik justru berdekatan dengan objek wisata air panas Pamapak di Kampung Biatan Bapinang, yang dikhawatirkan akan ikut tercemar pada masa mendatang.

Lebih ironis lagi, para petani dan pekebun setempat kehilangan lahan tanpa adanya ganti rugi yang layak. Ambo mengaku dirinya termasuk korban yang tanahnya terpaksa dilepas paksa dengan pengusiran saat perusahaan hendak membangun saluran IPAL.

Setidaknya ada enam warga yang belum menerima kompensasi atas tanah mereka.Ketua Aliansi Pemuda Tabalar, Sukri, bahkan menuding anak pejabat berinisial MHR sebagai dalang yang memonopoli pembelian tandan buah segar (TBS) warga.

“Koperasi warga yang menduda untuk mengurus Surat Perjanjian Kontrak (SPK) dipinggirkan karena menolak sistem bagi hasil yang merugikan, hanya Rp 50 per kilogram,” tegas Sukri.

Masyarakat pun mempersoalkan legalitas perizinan dan dokumen AMDAL pabrik, yang sampai kini tidak transparan dan cenderung ditutupi oleh pengelola dan petugas terkait yang saling lempar tanggung jawab ke pemerintah provinsi.

Sukri meminta aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk segera membuka kasus ini dan mengusut dugaan gratifikasi serta penyalahgunaan wewenang yang merugikan rakyat dan merusak lingkungan.

Pembangunan pabrik sawit di Kampung Tabalar Muara bukan sekadar persoalan ekonomi, melainkan benturan antara kepentingan politik, korporasi, dan hak hidup masyarakat serta kelestarian alam yang harus menjadi perhatian serius semua pihak.

Red